Setiap mendengar kata ‘Stroke’ pasti kita mengasumsikan pada kelumpuhan atau kecacatan yang tidak bisa kembali normal. Sebenarnya istilah “Stroke” berawal dari masa Hipokrates, Bapak ilmu kedokteran sekitar 2400 tahun yang lalu. Hipokrates menggunakan istilah Apopleksi yang dalam bahasa Yunani berarti terjatuh akibat suatu pukulan. Baru pada tahun 1600, seorang ahli patologi dari Swiss yaitu Jacob Wepfer menemukan adanya perdarahan dan juga sumbatan atau blokade pada pembuluh darah otak pada orang yang menderita Apopleksi dan setelah itu pada tahun 1928, stroke secara resmi dibagi berdasarkan kategori terjadinya gangguan pada pembuluh darah yang disebut dengan istilah CVA (Cerebro Vascular Accident).
Apa yang dimaksud dengan stroke?
Stroke didefinisikan sebagai kerusakan atau kematian jaringan sistem saraf pusat (otak dan medulla spinalis) yang timbul secara mendadak akibat gangguan aliran darah. Kerusakan yang terjadi tergantung pada berat ringannya aliran darah yang terganggu dan juga luas atau tidaknya daerah yang terkena. Berdasarkan data WHO tahun 2016 Stroke merupakan penyebab kematian ke-2 dan penyebab kecacatan ke-3 di seluruh dunia. Penyakit stroke merupakan beban bagi pemerintah suatu negara apalagi bila terjadi pada usia produktif.
Mengapa bisa terjadi stroke?
Stroke diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu :
- Stroke Iskemik :
Stroke yang paling banyak diderita yaitu sekitar 80-85% kasus stroke. Disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah otak akibat adanya bekuan darah (trombus) atau zat asing yang menyumbat (emboli). Selain akibat adanya sumbatan, stroke iskemik juga bisa disebabkan karena gangguan aliran darah sistemik atau di tempat lain yang dapat menurunkan suplai darah ke otak.
- Stroke Hemoragik :
Stroke yang mengenai sekitar 15-20% kasus stroke. Disebabkan karena pecahnya pembuluh darah akibat gangguan pembentukan pembuluh darah sejak lahir (malformasi) atau bentuk pembuluh darah yang tidak sempurna/menonjol (aneurisma). Selain itu terlalu banyak menggunakan obat pengencer darah (blood thinner/antikoagulan) juga dapat menyebabkan stroke jenis ini. Stroke hemoragik dibagi dua berdasarkan lokasi pembuluh darah yang terkena yaitu :
- Intraserebral (bagian korteks / bagian dalam otak)
- Subarakhnoid (di bawah lapisan selaput subarakhnoid yang membungkus otak)
Selain stroke ada suatu kondisi yang disebut dengan Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu suatu keadaan yang hampir sama dengan stroke, namun gangguan aliran pembuluh darah otak yang terjadi hanya sementara (kurang dari 24 jam) dan penderitanya dapat kembali normal setelah serangan.
Faktor risiko terjadinya stroke
Stroke terjadi akibat adanya faktor risiko yang meningkatkan terjadinya serangan stroke. Beberapa faktor risiko tersebut antara lain :
Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
- Usia : Risiko stroke akan meningkat 2 kali lipat pada usia di atas 55 tahun dan 4 kali lipat pada usia 75 tahun
- Jenis kelamin : Pria lebih banyak menderita stroke dibandingkan wanita
- Ras : Afrika, Hispanik dan Asia lebih berisiko dibandingkan Kaukasia
- Riwayat keluarga : mempunyai orang tua yang mengidap stroke akan meningkatkan faktor risiko
- Pernah menderita TIA juga meningkatkan risiko stroke
Faktor risiko yang dapat diubah :
- Hipertensi : Usahakan agar tekanan darah tidak melebihi 120/80 dengan pemberian obat antihipertensi
- Diabetes : Mempertahankan kadar HbA1c antara 6.5-7.0% dapat menurunkan risiko stroke
- Peningkatan kadar kolesterol / lemak darah : menurunkan kadar LDL < 70 mg/dl dapat menurunkan risiko stroke
- Penyakit jantung : penanganan gangguan jantung dengan baik juga dapat menurunkan risiko karena gangguan pada jantung juga berkaitan dengan stroke
- Merokok
Apa saja gejala stroke?
Gejala stroke timbul sesuai dengan area pada otak yang terkena. Gejala yang timbul antara lain :
- Rasa baal atau kelemahan pada muka, lengan, tungkai terutama satu sisi
- Kebingungan atau tidak mengerti percakapan orang
- Kesulitan berbicara
- Gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata. Gangguan bisa berupa penglihatan kabur atau mendua (diplopia) atau kebutaan pada mata
- Gangguan berjalan, keseimbangan atau gangguan koordinasi gerak
- Pusing
- Sakit kepala berat tanpa sebab
- Mual dan muntah
Bagaimana cara mengetahui dengan pasti seseorang terkena stroke?
Diagnosis stroke dapat ditegakkan dengan serangkaian pemeriksaan :
- Pemeriksaan radiografi :
CT scan tanpa zat kontras merupakan pemeriksaan yang umum dilakukan pada penderita stroke akut. Pemeriksaan cairan otak melalui pungsi lumbal (mengambil cairan dari saraf tulang belakang) dilakukan bila hasil CT scan negatif dan juga untuk membedakan stroke akibat perdarahan atau penyakit lain seperti radang selaput otak (meningitis)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan Angiografi memberikan hasil yang lebih baik dalam mendiagnosis stroke. Gambar yang dihasilkan lebih detail untuk membedakan antara stroke iskemik dan stroke hemoragik dan dapat mendeteksi adanya pengumpulan cairan (edema) pada otak yang sering terjadi akibat stroke.
Digital Substraction Angiography (DSA) merupakan suatu metode yang tepat dalam mendeteksi gangguan pembuluh darah termasuk sumbatan, penyempitan, kebocoran dan aneurisma.
Apakah stroke bisa diobati?
Pengobatan stroke bertujuan untuk memperbaiki suplai darah kembali normal pada daerah yang terkena dan menyelamatkan daerah sekitar yang masih normal (daerah penumbra). Penanganan stroke tergantung dari penyebabnya, Antara stroke iskemik dan hemoragik memiliki penanganan yang berbeda.
Pada stroke iskemik atau stroke karena sumbatan pada aliran darah otak, pengobatan bertujuan untuk membuang sumbatan penyebab stroke. yaitu dengan pemberian obat-obatan trombolitik seperti r-tpa (recombinant Tissue Plasminogen Activator) untuk menghancurkan bekuan yang menyumbat dan melancarkan aliran darah ke daerah otak yang terkena. Obat-obatan antikoagulan (anti penggumpalan darah) seperti aspirin, asam asetil salisilat, clopidogrel, heparin, juga diberikan untuk mencegah terjadinya sumbatan susulan. Pemberian obat-obatan neuroprotektif seperti citicolin dan beberapa obat yang membantu memperbaiki aliran darah seperti cilostazol dan pentoksifilin pada beberapa penelitian dapat membantu memperbaiki sel saraf yang terkena.
Pada stroke hemoragik atau stroke akibat perdarahan karena pecahnya pembuluh darah otak. Pengobatannya adalah menghentikan perdarahan yaitu dengan cara mencari sumber perdarahan. Biasanya pengobatan dilakukan di meja operasi di mana dokter akan mencari sumber perdarahan dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah besar pada lengan atau tungkai. Setelah menemukan sumber perdarahan maka pada pembuluh darah tersebut akan ditempatkan “coil” pada pembuluh darah yang bermasalah misalnya pada aneurisma. Proses ini disebut dengan prosedur endovaskular.
Apa yang harus kita lakukan bila menemukan seseorang terkena stroke?
Tips pada bila menemukan orang yang diduga dengan serangan stroke :
- Baringkan di tempat yang aman dan nyaman
- Miringkan posisi tubuh dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah tersedak bila pasien muntah
- Longgarkan pakaian dan pastikan jalan nafas melalui mulut dan hidung tidak terhalang
- Jangan memberikan makanan atau minuman
- Perhatikan tanda-tanda stroke :
- Mulut/muka miring pada satu sisi
- Lengan atau tangan lebih lemah dibanding yang lain
- Susah berbicara atau menggumam
- Segera hubungi ambulans untuk mendapatkan pertolongan di RS